LPH: Aliran Positivisme Hukum
Positivisme
hukum dalam definisinya dimaknai sebagai norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan.
Dari segi ontologinya, pemaknaan demikiran mencerminkan penggabungan antara
idealisme dan materialisme sebagaimana telah saya posting beberapa waktu lalu.
Hukum
adalah kehendak penguasa bukanlah omong kosong semata sehingga hal tersebut
kemudian ditentang oleh Kelsen dalam teorinya yaitu hukum murni dimana hukum itu
harus bersih dari berbagai pengaruh baiki
itu agama, budaya, politik dan lain sebagainya . Hukum merupakan sekumpulan
norma yang terssusun secara sistematis dan menjadi rumusan yang bermaksa,
karena ia menjadi sumber kegiatan penemuan hukum oleh para pengemban hukum.
Muatan rumusan yang bermaksa tersebut, didapat dengan melakukan pendekatan
idealisme dan materialisme dan diolah dengan aspek epistemologis rasionalisme.
Berbeda
dengan aliran hukum kodrat yang sibuk mempermasalahkan validasi hukum buatan
manusia. Dalam positivisme hukum, aktivitas yang dilakukan justru diturunkan
kepada permasalahan yang lebih konkret. Masalah validasi tetap diperhatikan,
namun tetapi standar regulasi yang dijadikan acuan ialah norma-norma hukum.
Logikanya, norma hukum hanya mungkin diuji dengan norma hukum pula, bukan
dengan norma non-hukum. Singkatnya, jika aliran hukum kodrat memiliki kekuatan
argument pada wacana validasi hukum buatan manusia, maka kekuatan argument
positivisme hukum terletak pada penerapan struktur norma positif ke dalam kasus-kasus
konkret.
Positivisme
hukum sendiri pernah menjawab pertanyaan mengenai tata cara memvalidasi hukum
positif. Hans Kelsen dinilai telah berhasil dengan membuat sistem hirarki dari
norma-norma positif dengan teori Grundnorm yang kemudian konsep tersebut
diambil alih oleh muridnya, yaitu Hans Nawiasky dengan teori Staatsfundamentalnorm.
Kemudian masalah timbul ketika mereka memperkenalkan mengenai norma dasar yang sifatnya
abstrak yang merupakan lahan penelitian aliran hukum kodrat,masalah tersebut
terlihat dalam sistem hierarki yang dibuat bertingkat-tingkat dan sampailah kepada
puncaknya yaitu norma dasar yang menhakibatkan norma dasar tersebut berada pada
tingkat abstraksi tertinggi yang bermain di wilayah antar hukum dan moral.
Namun,
karena positivisme hukum dengan tegas berusaha menghilangkan unsur-unsur
abstrak yang akan berujung pada aliran hukum kodrat lagi, maka positivisme
hukum menghilangkan persyaratan koneksitas antara hukum dan moral. Hal ini
mengakibatkan ranah aksiologis aliran ini hanya terbatas pada pencapaian
kepastian hukum. Kepastian hukum ini selanjutnya diambil dari sumber formal
hukum. Asas legalitas sebagaimana berbunyi “nullum delictum nulla poena sine
previa legi ponelli” merupakan roh dari upaya pengejaran kepastian hukum
tersebut.
Komentar
Posting Komentar