Disparitas Putusan


Disparitas Putusan
            Disparitas itu artinya perbedaan. Demikian definisi disparitas yang dijelaskan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang penulis akses dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sementara disparitas putusan dapat diartikan sebagai perbedaan hasil putusan bagi para pihak yang berperkara dalam perkara yang serupa, perbedaan itu dapat terjadi secara horizontal (antar pengadilan) maupun vertikal (berdasarkan jenjang pengadilan).
Di bidang profesi hakim terutama di Indonesia, disparitas putusan ini menjadi suatu hal yang lumrah sebab hal ini tidak lepas dari sistem hukum yang dianut bangsa Indonesia yaitu Eropa Continental yang tidak mewajibkan dan membebaskan hakim untuk tidak terikat dengan putusan hakim terdahulu dalam perkara yang sama atau dengan kata lain asas binding of precedent sebagaimana yang dianut oleh negara penganut sistem anglo saxon tidak wajib diterapkan bagi hakim di Indonesia.
            Berikut ini akan penulis berikan contoh dari disparitas putusan:
Penulis mengambil putusan Nomor 0214/Pdt.G/2017/PA.Pbr. dan Putusan Nomor 558/K/Ag/2017.
Dalam perkara ini ada dua pihak yang bersengketa yaitu Diana Tabrani dan Irma tabrani sebagai penggugat dan Tabrani danSusiana Anggraini sebagai tergugat. Duduk perkaranya adalah Bapak Tabrani membuat surat wasiat yang memberikan 1/3 hartanya kepada anaknya Susiana Anggraini, kemudian penggugat yang juga bertindak sebagai ahli waris merasa keberatan karena mereka merasa haknya dirugikan sebab harta yang boleh diwasiatkan tidak boleh lebih dari 1/3 dan juga wasiat haruslah dijalankan stelah si pewasiat meninggal dunia. Kemudian atas dasar ini penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Pekanbaru, kemudian Pengadilan Agama Pekanbru mengadili perkara tersebut yang berbuah pada putusan nomor 0214/Pdt.G/2017/PA/Pbr. Yang dalam pertimbangannya hakim meyatakan:
·   1. Orang tua mempunyai kewenangan penuh atas hartanya sehingga perihal wasiat  terdapat pada       kewenangan orang tua sepenuhnya.
·    2  Gugatan Obscur Libel (kabur/tidak jelas)
·    3  Error in persona, penggugat bukanlah orang yang berhak dan berkepentingan.
Atas pertimbangan tersebut haim menjaduhkan putusan:
·         Menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet OntvankelijkeVerklaard)
·         Menghukum pengguagat membayar biaya perkara sebesear Rp 466.000-,
Atas putusan tersebut penggugat merasa tidak puas dan mengajukan banding, kemudian putusan banding pun juga memutuskan hal serupa sebagaimanaapa yang telah diputuskan di tingkat I. Masih merasa tidak puas ahirnya penggugat mengajukan Kasasi dan setelah diadili lahirlah putusan kasasi nomor 558 K/Ag/2017 hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa surat wasiat yang dibuat oleh Bapak Rusli adalah batal demi hukum, sebab wasiat yang dibuat oleh Bapak Rusli jelas jelas bertentangan dengan syariat yang sebagaimana tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 194 dan 195, dimana ketentuan pasal yang dilanggar diantaranya:
           Pemilikan harta benda yang di wasiatkan baru dapat diperoleh setelah pewasiat meniggal dunia (Pasla 194 ayat 3). Sementara dalam contoh kasus ini anak Bapak Rusli yang bernama Sari telah memperoleh harta dari pewasiat tersebut saat si pewasiat (Bapak Rusli) masih hidup.
           Kemudian harta yang diwasiatkan kepada ahli waris tidak boleh lebih dari sepertiga, kecuali seluruh ahli waris menyetujui  (Pasal 195 ayat 2)  .Namun bapak Rusli mewasiatkan lebih dari sepertiga hartanya kepada anaknya Sari tanpa persetujuan Dara dan Ita.
           Wasiat baru dapat dijalankan apabila telah mendapat persetujuan dari semua ahli waris (Pasal 195 ayat 3). Namun dalam kasus ini ahli waris Bapak Rusli selain Sari, yaitu Dara dan Ita tidak pernah menyetujui adanya pemberian wasiat ini oleh sebab itu mereka mengajukan gugatan untuk membatalkan wasiat tersebut.
Kemudian dalam amar putusan hakim memutuskan untuk menerima gugatan penggugat dan juga menyatakan surat wasiat bertanggal 8 Januari 2009 tidak sah dan tidak mengikat. Putusan ini tentu berlainan dengan putusan pengadilan negeri Pekanbaru dan Pengadilan Tinggi Riau yang memutuskan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima (NO) karena penggugat bukan merupakan subjek hukum yang berhak mengajukan gugatan atas perkara ini.
Dari kedua putusan di atas jelaslah bahwa kedua putusan tersebut menghasilkan hasil yang berbeda dimana putusan pada tingkat pengadilan negeri dan tingkat tinggi mrmutuskan bahwa gugatan yang dibuat penggugat tidak dapat diterima (Niet OntvankelijkeVerklaard) sementara hakim pada tingkat kasasi menyatakan bahwa surat wasiat yang dibuat oleh tergugaat batal demi hukum dan memutuskan mengabulkan gugatan penggugat. Demikianlah tulisan pada hari ini saya akhiri, kalau ada kekurangan saya minta maaf dan mempersilahkan netijen sekalian memberikan saran, kritik, dan pendapat pada kolom komentar.



Komentar

Postingan Populer