Islam dan HAM
Islam dan HAM
Seringkali orang (terutama barat) menilai
bahwa Islam itu tidak pernah mengakui adanya Hak Asasi Manusia, mereka beranggapan
seperti itu, karena mereka menilai bahwa hukum yang dibawa oleh Islam itu
sangat kejam, tidak manusiawi, dan bertentangan denga nilai-nilai Hak Asasi
Manusia. Namun pada dasarnya semua pendapat tersebut sepenuhnya salah karena
Islam sebagai agama yang rahmatan li al-’ālamīn, mengakui dan menghormati
hak-hak personal individual manusia sebagai nikmat karunia yang dianugerahkan
oleh Allah Swt dan juga mengakui dan menghormati hak-hak kolektivitas (besama) sebagai hak publik dalam rangka
menata kehidupan di muka bumi dengan konsep habl min Allāh wa habl min alnās.[1] Hak
asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum
dikenal. Dalam Islam seluruh hak asasi merupakan kewajiban bagi negara maupun
individu yang tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, negara bukan saja menahan
diri dari menyentuh hak-hak asasi tersebut, melainkan juga mempunyai kewajiban
untuk melindungi dan menjamin hak-hak tersebut.[2]
Dalam beberapa pandangan Islam dan Barat
memiliki beberapa persamaan yaitu Islam dan Barat sama sama mengenal adanya
prinsip persamaan, kebebasan, dan persaudaraan.Sistem HAM Islam mengandung
prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap
sesama manusia (persaudaraan).[3] Namun,
yang menjadi pembeda ialah Islam lebih mengedepankan pendekatan teosentris (agama)
dalam memandang permasalahan tentang HAM, sedangkan Barat mengedepankan
pendekatan secara historis.[4]
Persamaan, artinya Islam memandang semua
manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang
dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya ditentukan oleh tingkat
ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat
Sedangkan kebebasan merupakan elemen
penting dari ajaran Islam. Kehadiran Islam memberikan jaminan pada kebebasan
manusia agar terhindar dari kesia-siaan dan tekanan, baik yang berkaitan dengan
masalah agama, politik dan ideologi. Namun demikian, pemberian kebebasan
terhadap manusia bukan berarti mereka dapat menggunakan kebebasan tersebut mutlah,
tetapi dalam kebebasan tersebut terkandung hak dan kepentingan orang lain yang
harus dihormati juga.
Mengenai penghormatan terhadap sesama
manusia dan persaudaraan, dalam Islam seluruh ras, bangsa, dan suku diciptakan
dengan tujuan untuk saling mengenal, tolong menolong, dan memberikan penghormatan
yang sama satu dengan yang lainnya. Dasar tersebut sebenarnya merupakan
manifestasi dari wujud kemuliaan manusia yang sangat manusiawi. Sebenarnya
citra kehormatan tersebut terletak pada ketunggalan kemanusiaan, bukan pada
superioritas suatu individu ,ras, maupun suku. Kehormatan terrsebut diterapkan
secara global melalui solidaritas persamaan secara mutlak. Semua adalah keturunan
Adam, jika Adam tercipta dari tanah, dan mendapat kehormatan di sisi Allah,
maka seluruh anak cucunya pun mendapatkan kehormatan yang sama, tanpa
terkecuali. Tentang persaudaraan dan penghormatan terhadap sesama manusia ini
diatur dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai berikut :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan
kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kaum adalah yang paling takwa.”
Pengaturan
Tentang HAM dalam Islam
Konsepsi mengenai Hak Asasi Manusia
menurut islam dapat dijumpai dalam Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum
dalam Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia.[5]
Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama bagi umat Islam telah meletakkan
dasar-dasar HAM serta kebenaran dan keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran
mengenai hal tersebut pada masyarakat dunia. Ini dapat dilihat pada
ketentuanketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an, antara lain :
1. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 80
ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana kehidupan, misalnya
dalam Surat Al-Maidah ayat 32. Di samping itu, Al-Qur’an juga berbicara tentang
kehormatan dalam 20 ayat.
2. Al-Qur’an juga menjelaskan dalam
sekitas 150 ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan
dalam penciptaan, misalnya dalam Surat Al-Hujarat ayat 13.
3. Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap
menentang kezaliman dan orang-orang yang berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat,
dan memerintahkan berbuat adil dalam 50 ayat yang diungkapkan dengan kata-kata
: ‘adl, qisth dan qishash.
4. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 10
ayat yang berbicara mengenai larangan memaksa untuk menjamin kebebasan
berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya yang dikemukakan
oleh Surat Al-Kahfi ayat 29.
Dalam Sunnahnya Nabi Muhammad saw telah memberikan
tuntunan dan contoh dalam penegakkan dan perlindungan terhadap HAM. Hal ini
misalnya terlihat dalam perintah Nabi yang menyuruh untuk memelihara hak-hak
manusia dan hak-hak kemuliaan, walaupun terhadap orang yang berbeda agama,
melalui sabda beliau :
“Barang siapa yang menzalimi seseorang
mu’ahid (seorang yang telah dilindungi oleh perjanjian damai) atau mengurangi
haknya atau membebaninya di luar batas kesanggupannya atau mengambil sesuatu
dari padanya dengan tidak rela hatinya, maka aku lawannya di hari kiamat.”
Pengakuan Islam yang menjunjung tinggi
nilai-nilai Hak Asasi Manusia selain diatur dalam Al Quran dan Hadits, HAM juga
diatur dalam suatu piagam yang dibuktikan dengan dibentuknya Piagam Madinah
yang dibuat ketika Nabi memimpin negara Madinah yang dihuni penduduk beragam
agama. Piagam Madinah adalah suatu kesepakatan antara berbagai golongan di
Madinah dalam menegakkan ikatan kebersamaan dan kemanusiaan. Adapun golongan
masyarakat di Madinah pada masa itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu golongan
Islan yang terdiri dari golongan Anshar dan Muhajirin, golongan Yahudi dan para
penyembah berhala. Di tengah-tengah pluralitas masyarakat seperti ituNabi saw
berusaha membangun tatanan kehidupan bersama yang dapat menjamin hidup
berdampingan secara damai dan sejahtera. Prakteknya, Nabi saw mempererat persaudaraan
Muhajirin dan Anshar berdasarkan ikatan akidah. Sedangkan terhadap mereka yang berlainan
agama, beliau mempersatukannya atas ikatan sosial politik dan kemanusiaan.
Bukti konkretnya adalah adanya kesepakatan yang tertuang dalam piagama Madinah
tersebut.
Adapun inti dari Piagam Madinah ini
meliputi prinsip-prinsip persamaan, persaudaraan, persatuan, kebebasan,
toleransi beragama, perdamaian, tolong menolong dan membela yang teraniaya
serta mempertahankan Madinah dari serangan musuh. Berikut adalah substansi ringkasan
dari Piagam Madinah :[6]
1. Monotheisme, yaitu mengakui adanya satu tuhan.
Prinsip ini terkandung dalam Mukadimah,pasal 22, 23, 42 dan bagian akhir pasal
42.
2. Persatuan dan kesatuan (pasal 1, 15, 17, 25 dan
37). Dalam pasal-pasal ini ditegaskan bahwa seluruh penduduk Madinah adalah
satu umat. Hanya ada satu perlindungan, bila orang
Yahudi telah mengikuti piagam ini, berarti berhak atas
perlindungan keamanan dan kehormatan. Selain itu, kaum Yahudi dan orang-orang
muslim secara bersama-sama memikul biaya perang.
3. Persamaan dan keadilan (pasal 1, 12, 15, 16, 19,
22, 23, 24, 37 dan 40). Pasal-pasal ini mengandung prinsip bahwa seluruh warga
Madinah berstatus sama di muka hukum dan harus menegakkan hukum beserta
keadilan tanpa pandang bulu.
4. Kebebasan beragama (pasal 25). Kaum Yahudi bebas
menjalankan ajaran agama mereka sebagaimana juga umat Islam bebas menunaikan
syari’ah Islam.
5. Bela negara (pasal 24, 37, 38 dan 44). Setiap
penduduk Madinah, yang megakui Piagam Madinah, mempunyai kewajiban yang sama
untuk menjunjung tinggi dan membela Madinah dari serangan musuh, baik serangan
dari luar maupun serangan dari dalam.
6. Pengakuan dan pelestarian adat kebiasaan (pasal
2-10). Dalam pasal-pasal ini disebutkan secara berulang-ulang bahwa seluruh
adat kebiasaan yang baik di kalangan Yahudi harus diakui dan dilestarikan.
Selain Piagam Madinah ada juga Deklarasi
Kairo (Cairo Declaration of Human Right in Islam) yang merupakan salah satu
bukti konkret bahwa Islam itu benar benar menghormati , mengakui, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Deklarasi ini diumumkan pada
tahun 1990 oleh negara-negara muslim yang tergabung dalam Organisasi Konferensi
Islam (OKI).[7] Deklarasi ini baru dapat
disetujui oleh semua anggotanya setelah dilakukan perdebatan di antara mereka
selama 13 tahun. Deklarasi Kairo memuat 25 pasal, substansi dasar yang menjadi
titik tumpu pelaksanaan HAM di dunia Islam, yaitu: Pertama, segala unsur HAM
dijunjung tinggi, tetapi seluruhnya harus tunduk di bawah syari’ah (Pasal 24);
Kedua, satu-satunya acuan adalah syari’ah Islam(Pasal 25), selain dua ketetuan
diatas terdapat hak-hak lain yang diatur dalam dekarasi ini, hak memperoleh
persamaan dalam hukum (pasal 19),hak untuk hidup yang merupakan pemberian Tuhan
(pasal 2), Hak-hak sosial dan ekonomi terdiri dari, misalnya, hak untuk
memperoleh pendidikan (pasal 9), hak untuk bekerja (pasal 13), hak untuk
memiliki harta (pasal 15), hak untuk memperoleh kehidupan yang layak (pasal
17), hak untuk hidup dalam keamanan untuk diri seseorang, agamanya,
tanggungannya, kehormatannya dan hartanya (pasal 18).
[1]Nurul Qamar, Hak
Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi Human Rights in Democratiche
Rechtsstaat. Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm 88.
[2]H. Zulkarnain
Lubis, M.H, Dasar-Dasar Hukum Acara Jinayah,Kencana, Jakarta, 2016, hlm 26
[3]Jurnal Ahkam:
Jurnal Hukum Islam, Darmadji, Volume 11,
No 1, Hlm 36-55.
[4]Respublika:Junal
Hukum,Taufiqul Hulam, Hukum Islam menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, Volume 3
No1 hlm 1-18.
[5] A.
Ubaedillah, Pancasila Demokrasi HAM dan Masyarakat Madani, Kencana, Jakarta
2012, Hlm 166
[6] Eggi Sudjana, HAM
dalam Perspektif Islam, Nuansa Madani, JAKarta, 2002, hlml. 89.
[7] Trianto dan Titik
Triwulan Tutik, Falsafah Nagara & Pendidikan Kewarganegaraan, Prestasi
Pustaka Publisher, Jakarta, 2007, hlm 270
Komentar
Posting Komentar