Penegakan Hukum Hukum Administrasi Negara


Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-kosenp tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan sebagainya. Kandungna hukum ini bersifat abstrak. Menurut satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegaka ide-oide atau konsep-konsep abstrak itu. Penegakan hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah/ pandangan-pandangan nilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh karena itu, keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang memengaruhi penegakan hukum, yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri;
2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum;
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Pada tulisan lain Soerjono Sukanto mengatakan bahwa agar hukum dapat berfungsi dengan baik diperlukan keserasian dalam hubungan antara empat faktor, yakni :
1. Hukum atau peraturan itu sendiri. Kemungkinannya adalah bahwa terjadi ketidakcocokan dalam peraturan perundang-undangan mengenai bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan perundang-udangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan;
2. Mentalitas petugas yang menegakkan hukum penegak hukum antara lain mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas pemasyarakatan dan seterusnya;
3. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum kalau peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas penegaknya baik, akan tetapi fasilitas kurang memadai, maka penegakan hukum tidak akan berjalan dengan semestinya;
4. Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga masyarakat.

Keempat faktor di atas, saling berkaitan dan merupakan inti dari sistem penegakan hukum. Dalam kaitan ini, Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa agar hukum berjalan atau dapat berperan dengan baik dalam kehidupan masyarakat, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Mengenal problen yang dihadapai sebaik-baiknya, termasuk di dalamnya mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut;
2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat;
3. Membuat hipotesis-hipotesis dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan;
4. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.

J.B.J.M. ten Berge menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam rangka penegakan huikum, yaitu :
a. Een regel moet zo weinig mogelijk ruimte laten voor interpretatiegeschillen;
b. Uitzonderingsbepalingen moeten tot een minimum worden beperkt;
c. Regels moeten zo veel mogelijk zijn gericht op zichtbare dan wel objectief constateerbare feitem;
d. Regels moeten werkbaar zijn voor degenen tot wie de regels zijn gericht en voor de personen die met handhaving zijn belast.
Terjemahaannya :
a. Suatu peraturan harus sedikit mungkin membiarkan ruang bagi perbedaan interpretasi;
b. Ketentuan perkecualian harus dibatasi secara minimal;
c. Peraturan harus sebanyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang secara objektif dapat ditentukan;
d. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh mereka yang terkena peraturan itu dan mereka yang dibebani dengan (tugas) penegakan (hukum).

1. Penegakan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara
Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan, sarana penegakan Hukum Administrasi Negara berisi (1) pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu, dan (2) penerapan kewenangan sanksi pemerintahan. Paulus E. Lotulung mengemukakan beberapa macam pengawan dalam Hukum Administrasi Negara, yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan/ organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan/ organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan antara jenis kontrol intern dan kontrol ekstern.
Kontrol intern berarti bahwa pengawasan itu dilakkan oleh badan yang secara organisatoris/ struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri, sedangkan kontrol ekstern dalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau lembaga-lembaga yang secara organisatoris/ struktural berada di luar pemerintah. Dalam Hukum Administrasi Negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan Hukum Administrasi Negara tertulis dan tidak tertulis.
Ditinjau dari segi sasarannya, dalam Hukum Administrasi Negara dikenal dua jenis sanksi, yaitu sanksi reparatoir dan sanksi punitif. Sanksi reparatoir diartikan reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum, dengan kata lain mengembalikan pada keadaan semula. Sedankang sanksi punitif adalah sanksi yang semata-mata ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang. Contoh dari sanksi reparatoir adalah paksaan pemerintahan dan pengenaan uang paksa, sedangkan contoh dari sanksi punitif adalah pengenaan denda administrasi.
Menurut Philipus M. Hadjon, penerapan sanksi secara bersama-sama antara Hukum Administrasi dengan hukum lainnya dapat terjadi, yakni kumulasi internal dan kumulasi eksternal. Kumulasi ekstternal merupakan penerapan sanksi administrasi secara bersama-sama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana atau perdata. Khusus untuk sanksi perdata, pemerintah dapat menggunakaannya dalam kapasitasnya sebagai badan hukum untuk memperthankan hak-hak keperdataannya. Sanksi pidana dapat diterapkan bersama-sama dengan sanksi administrasi, artinya tidak diterpakan prinsip “ne bis in idem” dalam Hukum Administrasi Negara karena antara sanksi administrasi dengan sanksi pidana ada perbedaan sifat dan tujuan.
Ada tiga perbedaan antara sanksi administrasi dengan sanksi pidana. Salam sanksi administrasi, sasaran penerapannya ditujukan pada perbuatan, sedangkan dalam pidana ditujukan pada pelaku. Sifat sanksi administrasi adalah reparatoir-condemnatoir yaitu pemulihan kembali pada keadaan semula dan memberikan hukuman, sanksi pidana bersifat condemnatoir. Produser sanksi administrasi dapat dilakukan secara langsung oleh pemerintah, tanpa melalu peradilan. Prosedur penerapan sanksi pidana melalui proses peradilan. Adapun kumulasi internal merupakan penerapan dua atau lebih sanksi administrasi secara bersama-sama, misalnya penghentian pelayanan adminstrasi dan/ atau pencabutan izin dan/ atau pengenaan denda.

2. Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administasi Negara
Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi, yaitu :
a. Paksaan Pemerintahan;
b. Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin, subsidi, pembayaran dan sebagainya);
c. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah;
d. Pengenaan denda administratif.
Di bawah ini akan dijelaskan tentang macam-macam sanksi dalam HAN :
a. Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang/ Politiedwang)
Berdasarkan UU Hukum Administrasi Belanda, paksaan pemerintahan adalah tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintahn untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaikin pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Kewenangan paksaan pemerintahan dapat diuraikan dengan sebagai kewenangan organ pemerintahan untuk melakukan tindakan nyata mengakhiri situasi yang bertentangan dengan norma Hukum Administrasi Negara, karena kewajiban yang muncul dari norma Hukum Administrasi Negara, karena kewajiban yang muncul dari norma itu tidak dijalankan atau sebagai reaksi dari pemerintah atas pelanggaran norma hukum yang dilakukan warga negara. Paksaan pemerintah dilihat sebagai tanpa perantaraan hakim dan biaya yang berkenaan dengan pelaksanaan paksaan pemerintahan ini secara kangsung dapat dbebankan kepada pihak pelanggar.

b. Penarikan Kembali KTUN yang Menguntungkan
Keputusan yang menguntungkan artinya keputusan itu memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui keputusan atau bilama keputusan itu memberikan keringanan beban yang ada atau mungkin ada. Lawan dari keputusan yang menguntungkan adalah keputusan yang memberi beban, yaitu keputusan yang meletakkan kewajiban yang sbeelumnya tidak ada atau penolakan terhadapt permohonan untuk memperoleh keringanan.
Salah satu sanksi dalam HAN adalah pencabutan atau penarikan KTUN yang menungtungkan. Pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu keputusan baru yang isinya menraik kembali dan/ atau menyatakan tidak berlaku lagi keputusan yang terdahulu. Penrikan kembali keputusan yang menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam keputusan itu oleh organ pemerintahan.
Sanksi ini termasuk sanksi yang mengembalikan pada situasi sebelum keputusan itu dibuat, dengan kata lain hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul setelah terbitnya keputusa tersebut menjadi hapus atau tidak ada sebagaimana sebelum terbitnya keputusan itu dan sanksi ini dilakukan sebagai reaksi terhadap tindakan yang bertentangan dengan hukum.

c.         Pengenaan Uang Paksa (dwangsom)
Menurut N.E. Algra, uang paksa sebagai hukuman ata denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan; dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan dan pembayaran bunga. Dalam HAN , pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan.

d. Pengenaan Denda Administratif
Denda administratif (bestuurslijke boetes) dapat dilihat contohnya pada denda fiskal yang ditarik oleh inpektur pajak dengan cara meninggikan pembayaran dari ketentuan semula sebagai akibat dari kesalahannya. Menurut P.de Haan dan kawan-kawan, berbeda dengan pengenaan uang paksa administrasi yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari sekadar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti, terutama denda administrasi yang terdapat dalam hukum pajak. Bagaimanapun juga, organ administrasi dapat memberikan hukuman tanpa perantaraan hakim.

Komentar

Postingan Populer