LPH: Utilitarianisme
Model
penalaran aliran utilitarianisme pada dasarnya berangkat dari titik tolak yang
sama dengan positivisme hukum. Konsep-konsep berpikir John Austin, misalnya,
banyak ditemukan kesamaan dengan konsep berpikir sahabat terdekatnya, yaitu
seorang tokoh madzhab utilitarianisme, Jeremy Bentham. Tokoh pendukung dalam
aliran ini diantaranya adalah Bentham (1748-1832), Rudolf van Ihering
(1818-1892), dan Holmes (1841-1935).
Aspek
ontologis dari model penalaran Utitlitarianisme tidak berbeda dari Positivisme
Hukum, yang membedakan antara aliran utilitarianisme dan positivisme hukum
ialah bahwa setiap peraturan yang menurut pola pemikiran positivisme hukum
adalah perintah penguasa yang berhak dan berwenang. Namun bila terjadi evaluasi
dan dinilai baik atau buruknya suatu produk hukum dalam masyarakat, tetap saja
peraturan tersebut mendapat keabsahan. Ini berarti, bahwa prinsip efektifitas
tidak dapat mempengaruhi prinsip legitimasi. Suatu norma positif tetap akan absah,
terlepas hasil evaluasinya menunjukan aturan itu tidak membawa manfaat bagi sebagian
masyarakat ataupun membawa manfaat.
Lain
halnya dengan pola pemikiran utilitarianisme yang cenderung bersifat bottom-up,
yaitu dengan menggunakan logika nondoktrinal-induktif. Pola pemikiran ini
muncul karena norma positif dalam sistem perundang-undangan dipandang harus
diuji dalam lapangan kenyataan. Disini berarti, aliran ini tidak hanya menuntut
adanya keberlakuakn yuridis (yuristische geltung) atau legitimasi secara
yuridis (validity) namun juga memikirkan efektivitas atau diterima atau tidaknya
oleh masyarakat karena memang dianggap hukum itu bermanfaat (soziologische
geltung).
Jika
model penalaran ini dituangkan di dalam putusan hakim, maka putusan tersebut
tidak hanya mengandung kepastian hukum semata, melainkan juga mengandung
kemanfaatan bagi pihak-pihak yang terkait. Secara teoretis, kepastian dan
kemanfaatan tidak berada dalam posisi yang sederajat, hal inilah yang
membedakan aliran utilitarianisme dan aliran (American) sociological
jurisprudence. Kepastian hukum, menurut utilitarianisme, harus menjadi tujuan
primer hukum dan kemudian kemanfaat menjadi tujuan sekundernya.
Idealnya,
putusan hakim yang telah diberi muatan kemanfaatan ini adalah sebagia masukan
bagi para pembentuk hukum di lembaga legislatif. Aliran utilitarianisme
mensyaratkan adanya kerjasama yang baik antara lembaga peradilan dengan lembaga
legislatif. Setiap kasus yang dibawa ke muka hakim merupakan test-case terhadap
segi efficacy suatu norma positif dalam perundang-undangan.
Komentar
Posting Komentar