KPK (Tugas, Fungsi, Wewenang)


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dibentuk untuk memberantas segala praktik korupsi yang ada di Indonesia. Munculnya Komisi Pemberantasan Korupsi ini dilatarbelakangi meningkatnya angka korupsi yang sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, selain itu munculnya Komisi Pemberantasan Korupsi ini disebabkan karena kepolisian dan kejaksaan dinilai lambat untuk mengatasi tindak pidana korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk berdasarkan UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dengan adanya undang undang ini semakin menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan badan yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di ibukota negara republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Karena luasnya cakupan wilayah kerja dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi. Maka ditentukan pula bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi dapat membentuk perwakilan perwakilan di daerah-daerah provinsi di seluruh Indonesia.
·         Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi
Dalam melaksanakan tugasnya dan wewenangnya Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja berlandaskan kepada beberapa asas yaitu: (a) Kepastian hukum, (b) keterbukaan, (c) akuntabilitas, (d) kepentingan umum, (e) proporsionalitas[1].
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi
Berdasarkan ketentuan pasal 6 UU No 30 Tahun 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi mempinyai tugas tugas sebagai berikut:[2]
a.       Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
b.      Supervisi terhadaap instansi yang berwenang melakukan pmberantasan tindak pidana korupsi
c.       Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan  terhadap tindak pidana korupsi.
d.      Melakukan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e.       Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara.
Berdasarkan pasal 11 dan 12  UU No 30 Tahun 2002 menjelaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi ini diprioritaskan untuk menindak suatu tindakan korupsi berdasarkan tiga hal, yaitu:[3]
1.      Menangani kasus korupsi yang mlibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan kasus korupsi
2.      Kasus korupsi tersebut mendapat perhatian dari masyarakat banyak
3.      Menyangkut kerugian ngara paling sedikit satu milyar rupiah
Sementara itu kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi adalah (1) mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; (2) meletakkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; (3) meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait; (4) melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Selain kewenangan yang sudah dijelaskan diatas, Komisi Pemberantasan Korupsi juga mempunyai kewenangan istimewa yaitu, Komisi Pemberantasan Korupsi berhak mengambil alih penyidikan atau penuntutan tipikor yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian atau kejaksaan. Hal ini diatur dalam pasal 8 ayat 2 UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.[4] Namun pengambil alihan penyidikan atau penuntutan tersebut harus memenuhi beberapa syarat tertentu:[5]
1.      Laporan masyarakat mengenai tipikor tidak ditindaklanjuti.
2.      Penanganan tipikor terlalu berlarut larut atau tertunda tanpa adanya alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
3.      Penanganan tipikor ditujukan untuk melindungi pelaku tipikor.
4.      Penanganan tipikor mengandung unsur korupsi.
5.      Hambatan penanganan tipikor karena ada campur tangna  lembaga lembaga lain.
6.      Keadaan lain yang menurut kepolisian dan kejaksaan, penanganan tipikor sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggung jawabkan.

Komisi Pemberantasan Korupsi juga masih memiliki kewenangan ”luar biasa” sebagai lembaga super body dalam pemberantasan korupsi. Kewenangan ini sebenarnya merupakan upaya dan strategi negara dalam mendukung secara total upaya Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Kewenangan tersebut adalah sebagai berikut;[6]
1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
2. Memerintahkan seseorang pergi ke luar negeri.      
3. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.
4. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik terdakwa atau tersangka atau pihak lain yang terkait.
5. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya.
6. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada  yang terkait.
7. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa.
8. Meminta bantuan Interpol atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan dan penyitaan barang bukti di luar negeri.
9. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledehan dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

            Selain tugas dan wewenang, Komisi Pemberantasan Korupsi juga mempunyai beberapa kewajiban, diantaranya:
1. Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan atau memberikan keterangan megenai terjadinya tindak pidana korupsi.
2. Memberi informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data yang lain yang berkaitan dengan hasil penuntuatan tindak pidana korupsi yang ditanganinya.
3. Menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden, DPR, dan BPK.
4. Menegakkan sumpah jabatan
5. Menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnyaberdasarkan asas asas yang tertuang di dalam pasal 5.
Dengan tugas dan kewenangan yang luas yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, maka Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan dapat menekan dan mengurangi secara sistematis kejahatan korupsi di Indonesia, yang mana tindakan korupsi sangat merugikan keuangan negara.
·         Struktur Organisasi Komisi Pemberantasan Korupsi
Struktur organisasi Komisi Pemberantasan Korupsi sendiri meliputi (A) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari lima anggota Komisi Pemberantasan Korupsi satu orang ketua dan empat orang wakil ketua. (b) Tim penasihat yang terdiri dari empat anggota. (c) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas. Menurut pasal 29 UU KPK, untuk dapat diangkat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:[7]
1.      Warga Negara Republik Indonesia
2.      Bertakwa kepada Tuhan YME
3.      Sehat jasmani dan rohani
4.      Berijazah Sarjana Hukum atau sarjana lain yang memilik keahlian dan pengalaman sekurang kurangnya selama 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, dan perbankan.
5.      Berumur sekurang kurangnya 40 tahun dan Setinggi tingginya 65 tahun pada proses pemilihan
6.      Tidak pernah melakukan tindakan tercela
7.      Cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik
8.      Tidak menjadi pengurus partia politik
9.      Melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya selama menjadi angota Komisi Pemberantasan Korupsi
10.  Tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi
11.   Melaporkan harta kekayaan
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dipilih oleh Dewan Perwakiln Rakyat berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh presiden. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjabat selama empat tahun masa jabatan dan sesudah masa jabatan itu berakhir dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dapat diberhentikan karena:
a. Meninggal dunia
b. Berakhir masa jabatan
c. Menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan
d. Berhalangan secara terus menerus selama lebih dari tiga bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya
e. Mengundurkan diri.






[1] Asshiddiqi, Jimly. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara PascaReformasi. Setjen dan Kepaniteraan MK-RI. Jakarta. 2006. Hal. 229 
[2] Tim redaksi pustaka yustisia. KPK, POLRI, dan JAKSA. Pustaka Yustitia. Jakarta. 2010. Hal 7.
[3] Febari, Rizki. Politik Pemberantasan Korupsi. Pustaka Obor Indonesia. Jakarta. 2015. Hal 130.
[4] Harahap, Krisna S.H M.H. Pemberantasan Korupsi Jalan Tiada Ujung. Pt Grafitri. Bandung . 2006. Hal 48.
[5] Kebijakan Reformasi Hukum (Jilid II), Komisi Hukum Nasional RI. Jakarta. 2007. Hal 69
[6] Jurnal Achmad Badjuri, PERANAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI) SEBAGAI LEMBAGA ANTI KORUPSI DI INDONESIA Vol. 18, No. 1
[7] Asshiddiqi, Jimly. Perkemnbangan dan Konsolidasi Lembaga Negara PascaReformasi. Setjen dan Kepaniteraan MK-RI. Jakarta. 2006. Hal. 231

Komentar

Postingan Populer