Hukum Acara Perdata: Mediasi Pada Jalur Litigasi


A.    Pengertian Mediasi dan Mediator
Mediasi
Secara etimologi kata "mediasi"  berasal daridari bahasa latin “mediare” yang berarti berda di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya untuk menegahi dan menyelasaikan sengketa.[1] Selain itu mediasi juga berasal dari bahsa Inggris yakni, "mediation” yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi, yang menengahinya dinamakan mediator atau orang yang menjadi penengah.[2] Secara umum, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan sebagai penasehat.
Sementara itu dalam PERMA No 1 Tahun 2016 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa “Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.”[3]
Menurut Prof. Takdir Rahmadi ia mengatakan bahwa mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus.[4] Christopher W. Moore juga mengemukakan pendapatnya mengenai mediasi, ia mengemukakan bahwa mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak yang berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam penyelesaian permasalahan yang disengketakan.[5]
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya mediasi adalah upaya sengketa melalui perundingan yang melibatkan piha ketiga yang bersikap netral dan tidak berihak kepada pihak-pihak yang bersengketa dan diterima kebhadirannya oleh kedua pihak.

Tujuan dan Manfaat Mediasi
Tujuan dilakukan mediasi adalah untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial.[6] Selain itu mediasi juga bertujuan untuk lebih menekankan tentang upaya perdamaian di Pengadilan dan juga sebagai penyempurna dari peraturan-peraturan yang dulu tentang adanya pelembagaan perdamaian yang selama iniupaya damai di Pengadilan seakan-akan hanya sebagai formalitas saja bukan sebagai anjuran yang ditekankan oleh Undang-Undang penyelesaian sengketa.
Mediasi dapat memberikan sejumlah manfaat, antara lain:[7]
1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara tepat dan relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau ke lembaga arbitrase.
2. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara tepat dan relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau ke lembaga arbitrase.
3. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
4. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya.
5. Mediasi dapat mengubah hasil yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksi dengan suatu kepastian melalui suatu consensus.
6. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.
7. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengirngi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim.

Dasar Hukum Mediasi
·         Mediasi di luar pengadilan diatur dalam Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.[8]
·         Mediasi di pengadilan diatur dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg yang mengatur mengenai lembaga perdamaian. Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa.
·         Dalam Peraturan Bank Indonesia/ PBI No. 8/5/PB/2006 dikatakan sebagai proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk,kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan[9]
·         Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan - selanjutnya ditulis PERMA No. 1/2016 (yang menggantikan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan).

Mediator
Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.[10] Mediator merupakan pihak ketiga yang membantu penyelesaian sengketa para pihak, seorang mediator tidakberwenang untuk memutus sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.[11] Melainkan, mediator hanya menjembatani dan memfasilitasi antara dua pihak yang bersengketa. Dalam hal ini mediator harus bersifat netral dan tidak memihak.

Tugas dan Wewenang Mediator
Berdasarkan PERMA No. 1/2016 tugas mediator adalah sebagai berikut;[12]
1.memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling memperkenalkan diri.
2.menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak.
3.menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan.
4.membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak.
5.menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus).
6.menyusun jadwal mediasi bersama para pihak.
7.mengisi formulir jadwal mediasi.
8.memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian.
9.menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala prioritas.
10.memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:
a.menelusuri dan menggali kepentingan para pihak.
b.mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
c.bekerja sama mencapai penyelesaian.
11.membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan Kesepakatan Perdamaian.
12.menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara.
13.menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada Hakim Pemeriksa Perkara.



Seorang mediator memiliki wewenang, berupa:
1. Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar[13]
Mediator berwenang mengontrol proses mediasi sejak awal sampai akhir. Ia memfasilitasi pertemuan para pihak, membantu para pihak melakukan negosiasi, membantu membicarakan sejumlah kemungkinan untuk mewujudkan kesepakatan dan membantu menawarkan sejumlah solusi dalam penyelesaian sengketa.
2. Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi[14]
Mediator berwenang menjaga dan mempertahankan stuktur dan momentum dalam negosiasi, esensi mediator terletak pada negosiasi, di mana para pihak diberikan kesempatan melakukan pembicaraan dan tawar menawar dalam menyelesaiakan sengketa.
3. Mengakhiri proses bilamana mediasi tidak produktif lagi[15]
Ketika mediator melihat para pihak tidak mungkin lagi diajak kompromi dalam negosiasi, maka mediator berwenang menghentikan proses mediasi. Mediator dapat menghentikan proses mediasi untuk sementara waktu atau penghentian untuk selamanya (mediasi gagal).
Dari uraian diatas kita dapat melihat mediator mempunyai tugas dan wewenang yang banyak dan berat, oleh karena itu tidak sembarang orang dapat menjadi mediator, berikut ini diatur siapa-siapa saja yang dapat menjadi mediator:[16]
1.      Hakim (Bukan hakim yang sedang memeriksa perkara yang bersangkutan)
2.      Advokat
3.      Akademisi Hukum
4.      Profesi bukan hukum yang memiliki Sertifikat Mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi Mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung[17]
5.      Gabungan antara hakim yang bukan pemeriksa perkara dan profesi bukan hukum
Dalam hal penunjukan mediator, pihak yang bersengketa berhak untuk memilih dan menunjuk sendiri mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa melalui mediasi.[18] Jumlah mediator dapat lebih dari satu orang tergantung kesepakatan kedua belah pihak, yang mana dalam pembagian tugasnya disepakati oleh para mediator.

B.     Ruang Lingkup Mediasi
Mediasi sebagai salah satu bentuk penylesaian sengketa memiliki ruang lingkup yang cukup luas terutama pada wilayah perdata, yang mana hal ini tertuang dalam pasal 4 Perma No 1 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui mediasi[19], misalnya sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis, lingkungan hidup, dan berbagai jenis sengketa perdata lainnya dapat diselesaikan melalui jalur mediasi[20]. Ketentuan pasal ini menggambarkan bahwa ruang lingkup sengketa yang dapat dimediasikan adalah seluruh perkara perdata yang menjadi kewewenangan peradilan umum dan peradilan agama pada tingkat pertama.

C.     Waktu dan Tempat Pelaksanaan Mediasi
Pada hari sidang pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak ,hakim mengupayakan para pihak yang berperkara terlebih dahulu menempuh mediasi.[21] Kemudian hakim memberikan penjelasan tentang kewajiban mediasi dan setelah para pihak mendengarkan penjelasan hakim, maka kedua pihak harus menandatangani formulir penjelasan mediasi, setelah itu para Pihak dapat memilih seorang atau lebih mediator sesuai yang dikehendakinya. Para pihak pada hari itu juga dapat menyepakati untuk memilih mediator. Apabila pada hari itu juga tidak dapat menentukan mediatornya, maka hakim menunda persidangan dan memberikan waktu paling lama 2 hari berikutnya. Setelah para pihak menyepakati mediatornya, lalu mereka menyampaikan pilihan mediator ke Hakim Pemeriksa Perkara.[22] Apabila Para Pihak tidak dapat bersepakat memilih Mediator dalam jangka waktu selama 2 hari, ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara segera menunjuk Mediator Hakim atau Pegawai Pengadilan.[23] Proses Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi. Atas dasar kesepakatan Para Pihak, jangka waktu Mediasi dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhir jangka waktu.[24]
Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan Negeri Tingkat Pertama atau di tempat lain di luar pengadilan yang disepakati oleh para pihak.[25] Namun bila mediator berasal dari Hakim atau Pegawai Pengadilan maka mediasi dilakukan di dalam pengadilan, karena Hakim dan Pegawai Pengadilan dilarang menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan. Begitu juga jika mediator non Hakim dan bukan pegawai pengadilan yang dipilih atau ditunjuk bersama-sama dengan Mediator Hakim atau Pegawai Pengadilan dalam satu perkara wajib menyelenggarakan mediasi bertempat di pengadilan. Lain halnya apabila kedua belah pihak sepakat menggunakan mediator bukan hakim/pegawai pengadilan maka mediasi boleh dilakukan diluar tempat pengadilan.



[1]Syahrizal Abbas, Mediasi dalam perspektif  Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Cetakan ke 2, PT. Kencana, Jakarta, 2009, hlm 2
[2]Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, PT. Kencana, Jakarta, 2005, hlm 175.
[3] PERMA NO 1 Tahun 2016
[4] Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, PT RajaGrafindo, Jakarta, 2010, hlm. 12
[5] Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media, Yogyakarta, 2008, hlm. 57.
[6] Syahrizal Abbas, Mediasi dalam perspektif  Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Cetakan ke 2, PT. Kencana, Jakarta, 2009, hlm 24..
[7]Ibid 25-26.
[8] Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Cetakan Pertama, Penulis: Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI, 2017, hlm 1
[9] Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT.Telaga Ilmu Indonesia, Jakarta, 2009, hlm.24-25.
[10] PERMA No 1 Tahun 2016
[11] Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm. 10.
[12]Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Cetakan Pertama, Penulis: Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI, 2017, hlm 11
[13]Syahrizal Abbas, Mediasi dalam perspektif  Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Cetakan ke 2, PT. Kencana, Jakarta, 2009, hlm 83
[14] Ibid 84
[15] Ibid
[16] Rachmadi Usman, Mediasi Di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm 143
[17] PERMA No 1 Tahun 2016
[18]Rachmadi Usman, Mediasi Di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm 143
[19]PERMA No 1 Tahun2016.
[20]Syahrizal Abbas, Mediasi dalam perspektif  Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Cetakan ke 2, PT. Kencana, Jakarta, 2009, hlm 22.
[21] Ibid 306
[22]Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Cetakan Pertama, Penulis: Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI, 2017, hlm 10.
[23] PERMA No 1 Tahun 2016 Pasal 20 ayat 3
[24] PERMA No 1 Tahun 2016 Pasal Pasal 24 ayat 2-3
[25] Nurmaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelasaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm 152.

Komentar

Postingan Populer